Hujan deras mengguyur kota Solo. Suara geledeg menggelegar bersahut-sahutan. Terminal bus Tirtonadi Solo, mulai tergenang air. Sopir bus AKAS jurusan Solo-Surabaya tak mau memberangkatkan kendaraannya sebelum hujan reda.
Seorang pria gemuk, berkacamata, kulit sawo matang, berkopiah hitam, dan berwajah bulat duduk di bus AKAS ber-AC di bangku tengah dengan tenang. Bibirnya tampak bergerak- gerak seperti sedang membaca doa. Mungkin membaca doa agar hujan reda.
Pria berkopiah hitam itu sebetulnya berangkat dari terminal bus Umbulharjo Yogyakarta, pagi hari pukul 8.30. Tujuannya ke kota minyak, Cepu.
Tetapi ia lebih suka ke Solo dulu. Baru pindah bus ke Cepu. Saat itu, di tahun 1980 an, memang trayek bus belum selengkap sekarang. Untuk menuju ke kota Cepu, penumpang dari Yogya harus pindah berkali-kali. Belum ada bus langsung Yogya ke Cepu.
Pria berwajah bulat asal Yogyakarta ini, terpaksa mengambil trayek agak rumit. Dari Yogya, ia naik bus Ramayana ke Solo. Dari Solo, orang tua itu naik bus AKAS jurusan Surabaya. Lalu, turun di Ngawi. Dari Ngawi, naik bus lagi jurusan Bojonegoro.
Dari Bojonegoro, pria tua itu naik bus lagi ke Cepu.
Gonta-ganti kendaraan untuk orang tua berusia 60-an tersebut tentu menyulitkan. Tetapi karena ia sudah janji akan datang ke Cepu untuk mengisi pengajian keesokan harinya, apa pun yang terjadi harus dijalaninya. Oleh karena itu, hujan lebat dengan petir yang menggelegar sejak di Solo tak menyurutkan niatnya untuk datang ke Cepu.
Ternyata, hari itu hujan tak mau berhenti. Sopir yang tadinya hanya mau memberangkatkan busnya kalau hujan berhenti, tak bisa menunggu terlalu lama. Waktu menunjukkan pukul tiga siang ketika bus AKAS jurusan Surabaya berangkat. Bus AKAS yang biasanya berlari cepat, terpaksa berjalan lambat karena hujan sangat deras sepanjang perjalanan. Kaca depannya butek karena terpaan butir-butir air hujan.
Ketika bus sampai di Ngawi, hujan masih terus mengguyur. Pria berkopiah hitam itu terpaksa turun untuk ganti bus dengan terpaan air hujan deras. Selanjutnya, ia naik bus jurusan Ngawi- Bojonegoro. Harapannya, bus segera berangkat dan sampai di Bojonegoro paling lambat maghrib.
Tetapi, ternyata bus berhenti lama di Bojonegoro. Menunggu penumpang penuh. Sampai lebih dari satu jam.
Setelah penumpang penuh, bahkan ada yang berdiri, bus pun berangkat ke Cepu. Pria tua itu mulai dag dig dug hatinya. Bukan apa-apa. Dia sudah janji dengan Pak Sutopo, seorang pensiunan hakim di Blora yang mengundangnya, akan tiba di Cepu sore hari.
Tetapi karena hujan terus-menerus, bus tak mungkin sampai di Cepu sore hari. Perkiraannya bus akan sampai di Cepu tengah malam. Jika di Cepu hujan tak berhenti juga, terbayang olehnya, ia akan menemui kesulitan. Di mana mau menginap? Dia belum familiar dengan kota Cepu.
Sejak berangkat dari terminal Ngawi, berapa penumpang bus sebetulnya sudah menduga, salah seorang penumpang bus adalah orang terkenal.
Mereka merasa mengenali wajah itu entah di TVRI Yogyakarta atau entah di mana. Tetapi mereka tidak ada yang berani bertanya. Takut salah. Bisa saja hanya sekadar mirip wajah.
Ketika perjalanan hampir di Cepu, seorang penumpang bernama Fauzi Rahman, asal Kertosono, merasa kasihan kepada penumpang berumur sepuh itu.
Dalam angan Fauzi Rahman penumpang itu mirip KH AR Fachruddin, Ketua Umum PP Muhammadiyah yang sering muncul di TVRI Yogyakarta. Tetapi betulkah dia Pak AR? Kalau betul, ia ingin menyertainya sampai di tujuan akhir. Kebetulan Fauzi membawa payung. Ia berniat memayungi pria sepuh itu. Seandainya pun itu bukan Pak AR ia tetap senang karena bisa menolong orang tua yang kehujanan.
Fauzi terus mengamati. Mosok sih? Pak AR naik bus ke kota Cepu? Bukankah ia Ketua Umum PP Muhammadiyah. Muhammadiyah itu adalah organisasi yang kaya raya. Punya banyak rumah sakit besar, punya banyak perguruan tinggi besar, punya yayasan besar.
Mosok, pimpinan pusatnya naik bus umum.
Singkat cerita, Fauzi memberanikan diri bertanya kepada penumpang mirip Pak AR itu.
"Assalamualaykum. Nyuwun pangapunten, menopo Bapak leres Pak AR Fachruddin?"
Dengan senyum ramah, orang tua itu menjawab,
"Waalaykumussalam warohmatullahi wabarokatuh.
Oh..injih, menawi mboten klentu kulo AR Fachruddin."
Fauzi langsung memeluk Pak AR. Ia menangis karena bahagia. Bertemu dengan idolanya...
Sumber: Grup Whatsapp
0 comments: