Netral tak selalu
pasif. Netral tak bermakna ambiguitas yang membingungkan warga akar rumput.
Netralitas aktif berarti berpihak pada kepentingan dakwah strategis dan
ideologis dengan mengedepankan maslahat di atas segala mafsadat keummatan,
kebangsaan, dan persyarikatan. Seringkali, "rasa" lebih penting
ketimbang "nalar" spekulatif. Apalagi pragmatis. Itu jauh dari watak
dan kepribadian Muhammadiyah. Selamat menikmati pencerahan dari Mas Izzul
berikut. (Ustadz Fathurrahman Kamal)
* * *
Memahami Netralitas
Politik Muhammadiyah
Oleh: Muhammad Izzul
Muslimin
Ketika Haji Agus
Salim berpidato di Rapat Tahunan Muhammadiyah ke-7 tahun 1918, Beliau mengajak
perlunya Muhammadiyah menjadi gerakan politik untuk memperjuangkan Islam.
Begitu bagusnya pidato Agus Salim sehingga mempengaruhi peserta Rapat Tahunan
dan hampir semua bersetuju Muhammadiyah berubah menjadi gerakan politik.
Membaca gelagat peserta Rapat, serta merta KH Ahmad Dahlan maju ke mimbar.
Dengan penuh keseriusan KH Ahmad Dahlan berkata: " Saya bersedia
Muhammadiyah berubah menjadi gerakan politik jika Saudara sekalian bisa
menjawab pertanyaan saya ini. Apakah Saudara sudah paham apa itu Islam yang
sebenarnya? Sudahkah Saudara menjalankan dan mengamalkan Islam dengan benar?
Siapkah Saudara menyerahkan harta, waktu, dan hidup Saudara untuk perjuangan
Islam? Jika Saudara sekalian bisa menjawab pertanyaan saya ini maka bolehlah
Muhammadiyah berubah menjadi gerakan politik."
Apa yang ditanyakan
oleh KH Ahmad Dahlan tersebut tidak ada satupun peserta Rapat yang bisa dan
berani menjawab. Pertanyaan KH Ahmad Dahlan tersebut sesungguhnya bukan
pertanyaan yang bisa dijawab dengan logika atau jawaban rasional, tetapi lebih
kepada pertanyaan terkait dengan komitmen keislaman. Artinya, KH Ahmad Dahlan
sangat keberatan jika Muhammadiyah menjadi gerakan politik sementara pemahaman
dan komitmen keislaman anggotanya masih belum bisa diandalkan. Dan jika kita
tarik lebih jauh, sepertinya Muhammadiyah dan aktivisnya tidak akan bisa secara
mutlak akan mencapai apa yang menjadi pertanyaan KH Ahmad Dahlan tersebut.
Jadi, bisa disimpulkan KH Ahmad Dahlan berkeberatan jika Muhammadiyah menjadi
organisasi politik.
Apa yang menjadi
pemikiran KH Ahmad Dahlan seakan mencerminkan bahwa Beliau tidak mau dan tidak
suka politik. Tapi jika kita lihat sepak terjang KH Ahmad Dahlan, sama sekali
tidak menunjukkan bahwa Beliau anti atau tidak suka politik. KH Ahmad Dahlan
adalah anggota bahkan penasehat Syarikat Islam, organisasi yang memang bergerak
secara politik. Beliau juga menjadi penasehat di Budi Utomo, pergerakan yang
meskipun tidak secara formal menjadi partai politik tetapi aktivitasnya lebih
banyak bergerak dalam pemikiran politik. Demikian juga kalau kita lihat
pergaulan Beliau yang sangat luas dengan para tokoh politik seperti HOS
Tjokroaminoto, dr. Soetomo, dr Wahidin Soedirohusada, Soewardi Soerjaningrat
(Ki Hajar Dewantoro), dan beberapa tokoh pergerakan lainnya. Menurut Alnarhum
DR. Koentowijoyo, KH Ahmad Dahlan memang secara sengaja menjadikan Muhammadiyah
sebagai gerakan keagamaan, yang tidak secara langsung berurusan dengan politik.
Hal ini sejalan dengan misi KH Ahmad Dahlan yang memposisikan dirinya di
beberapa organisasi yang digelutinya sebagai penasehat keagamaan dan menjadi motivator.
KH Ahmad Dahlan sama sekali tidak masuk dalam perdebatan gagasan politik tetapi
lebih kepada memberi sisi nilai-nilai keislaman yang dipahaminya. Karena
pemahaman keIslaman KH Ahmad Dahlan dianggap berkemajuan, maka banyak para
aktivis pergerakan yang tertarik dengan gagasan KH Ahmad Dahlan. Bahkan mereka
sangat mendorong dan menyokong ketika KH Ahmad Dahlan berinisiatif mendirikan
organisasi Muhammadiyah.
Dalam
perkembangannya Muhammadiyah adalah organisasi yang menginisiasi lahirnya
partai politik seperti Partai Islam Indonesia (berdiri 1938), Masyumi (berdiri
1945), dan Parmusi (berdiri 1968). Muhammadiyah secara tidak langsung juga
terlibat dalam pendirian Partai Amanat Nasional pada tahun 1999 sebagai amanat
Tanwir Muhammadiyah kepada Ketua Umum PP Muhammadiyah saat itu Prof. DR HM
Amien Rais untuk melakukan ijtihad politik. Namun secara organisatoris
Muhammadiyah tidak melibatkan dirinya dalam posisi sebagai gerakan politik.
Posisi paling jauh yang pernah diambil adalah ketika Muhammadiyah diposisikan
sebagai anggota istimewa Masyumi beserta beberapa organisasi Islam lainnya yang
berperan sebagai inisiator lahirnya Masyumi.
Yang menarik,
beberapa waktu setelah Muhammadiyah terlibat dalam proses pembentukan partai
politik, Muhammadiyah secara kelembagaan membuat aturan organisasi yang secara
prinsip mengembalikan spirit warga Muhammadiyah kembali kepada tujuan dan
maksud Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan. Misalnya setelah PII berdiri
Muhammadiyah melahirkan konsep Langkah Dua Belas yang berisi 12 pokok-pokok
pikiran tentang sikap dan arah perjuangan Muhammadiyah. Setelah berdirinya
Masyumi, Muhammadiyah melahirkan konsep Kepribadian Muhammadiyah. Setelah
dibentuknya Parmusi, Muhammadiyah membuat Khittah Perjuangan Muhammadiyah baik
versi Ujung Pandang, Ponorogo, maupun Palembang. Dan setelah berdirinya PAN,
Muhammadiyah melahirkan Konsep Kehidupan Islami Menurut Muhammadiyah dan
Khittah Denpasar. Konsep-konsep ideologis itu lahir sebagai antisipasi agar
Muhammadiyah sebagai organisasi tidak tertarik terlalu jauh dari euforia
politik.
Dari pemahaman
tersebut maka bisa ditarik kesimpulan bahwa Muhammadiyah bukanlah organisasi
yang apolitik maupun anti politik. Namun Muhammadiyah juga bukan organisasi
yang terlalu ingin masuk kepada wilayah politik praktis untuk tetap menjaga
sikap keagamaannya sebagai organisasi Dakwah Islam. Muhammadiyah sangat
memahami apa itu shiyasah dakwah (strategi dakwah) dan dakwah bil shiyasah
(dakwah melalui politik). Kedua-duanya penting, tetapi sebagai shiyasah dakwah
(strategi dakwah) Muhammadiyah tidak pernah menjadikan organisasi sebagai alat
dakwah bil shiyasah. Muhammadiyah hanya menjadi inisiator berdirinya partai
politik yang kemudian Muhammadiyah menjaga jarak dan tidak membangun relasi
secara organisatoris dengan partai politik tersebut. Muhammadiyah juga tidak
pernah membuat larangan kepada anggotanya untuk aktif di partai politik yang
bukan diinisiasi oleh Muhammadiyah. Dengan demikian Muhammadiyah bisa bergerak
lebih luwes sebagai organisasi keagamaan yang dakwahnya mencakup dimensi yang
lebih luas dari sekedar persoalan politik.
Tetapi juga harus
dipahami bahwa sikap Muhammadiyah yang cenderung netral kepada partai politik
tidak seperti netralnya penyelenggara pemilu Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Netralitas KPU adalah netralitas yang mutlak karena sebagai penyelenggara
pemilu KPU harus menjadi wasit yang tidak boleh memihak. Sementara netralitas
Muhammadiyah kepada partai politik adalah netralitas yang dilandasi sebagai
strategi dakwah. Netralitas Muhammadiyah kepada partai politik terikat dengan
maksud dan tujuan Muhammadiyah, yaitu "Menegakkan dan menjunjung tinggi
agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya".
Artinya, jika ada partai politik yang sikap dan perilaku politiknya tidak
sejalan dengan maksud dan tujuan Muhammadiyah, wajib bagi Muhammadiyah untuk
meluruskannya. Namun jika tidak bisa maka Muhammadiyah tidak akan mendukung dan
membiarkan anggota Muhammadiyah masuk ke dalamnya. Sebagai contoh, ketika
Partai Komunis Indonesia (PKI) sikap dan perilaku politiknya bertentangan
dengan maksud dan tujuan Muhammadiyah, maka Muhammadiyah secara tegas mengambil
garis dan jarak.
Dalam konteks
kekinian mungkin tidak ada sosok Partai Politik yang secara sempurna
menggambarkan partai yang bertentangan dengan maksud dan tujuan Muhammadiyah.
Namun secara gradasi sebenarnya bisa dipetakan mana partai politik yang lebih
banyak sejalan dengan maksud dan tujuan Muhammadiyah dan mana partai politik
yang kurang sejalan dengan maksud dan tujuan Muhammadiyah. Mungkin Muhammadiyah
tidak akan secara eksplisit mengarahkan warganya menentukan pilihan politiknya.
Namun dengan pedoman dan panduan yang telah dilahirkan, warga Muhammadiyah bisa
secara cerdas menerjemahkan dan menjalankannya. Wallahu a'lam.
• Tulisan
ini juga dimuat di Tabloid CERMIN edisi Januari 2019 dengan sedikit perubahan
dan penyesuaian.
Sumber :
https://www.facebook.com/izzul.muslimin/posts/10215964525279853
0 comments: