Nama H.S. Prodjokusumo lekat
dengan dengan Kokam, karena ditangan beliaulah Kokam dilahirkan. Nama
Lengkapnya adalah Haji Sudarsono (H.S.) Prodjokusumo. Nama populernya adalah
Pak Prodjo, lahir pada 31 Agustus 1922 di Kecamatan Turi , Kabupaten Sleman, Daerah
Istimewa Yogyakarta. Dalam otobiografi singkatnya, beliau mengisahkan tempat
kelahirannya:
Menurut catatan ayah saya,
saya dilahirkan tahun 1922 di Kampung Manongan (kemudian berganti nama jadi
Sidoharjo). Sebuah kampung kecil dengan penduduk + 14 kepala keluarga, yang
menurut cerita sebagai pendiri kampung tersebut ialah kakek saya bernama
Kartodimedjo, seorang bekel merangkap jadi mandor kebun Pabrik Gula Medari
Pak Prodjo anak sulung dari H
Abdurrahman Martosupadmo, seorang aktivis Muhammadiyah dan Kepala Sekolah
Rakyat di Kampung Ngablak, tidak jauh dari Sidoharjo. Sekolah tersebut
didirikan oleh Kesultanan Yogyakarta. Pada waktu ayahnya menjadi kepala sekolah
inilah Pak Prodjo lahir. Abdurrahman Mertosupadmo pada tahun 1930 pindah ke
Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah untuk beberapa tahun mengajar disana.
Lalu pulang lagi ke Yogyakarta
dan mengajar di sekolah Muhammadiyah yang beliau dirikan hingga pensiun.
Abdurrahman Mertosupadmo atas persetujuan PP Muhammadiyah mendirikan sekolah
sampai kelas 3 ( Volkschool). Karena murid bertambah sekolah Muhammadiyah
tersebut sampai kelas 5 (Vervolgschool) dan guru-gurunya didatangkan dari
Normal School Muhammadiyah Solo dan 1 Guru dari Normal School Kristen dari
Magelang.
Pak Prodjo kecil tinggal di
dusun Sidorharjo, desa Bangunkerto Kecamatan Turi, Sleman. Di Yogyakarta inilah
masa kecil Pak Prodjo banyak dihabiskan. Pendidikan agama Pak Prodjo didapatkan
dari orang tuanya. Di malam hari Pak Prodjo belajar ngaji di langgar. Selain
itu di Madrasah Wustho di malam hari menjadikan jiwa keislamannya semakin
ditempa. Di usia anak-anak Muhammadiyah belum masuk ke kampungnya. Pak Prodjo
berkisah sebelum Muhammadiyah masuk ke Sidoharjo, gaya hidup masyarakat yang
suka menggelar pesta-pesta seperti judi, menari dengan ledhek, dansa-dansi dan
minuman keras akrab dalam keseharian.
Baca juga : Wakil Ketua MPR Hadiri Diklat KOKAM Tanah Abang
Beruntung Pak Prodjo diasuh
oleh orang tua yang paham masalah agama secara mendalam, sehingga mampu memberi
filter pada pergaulan masa kecilnya. Dirumah kakeknya ada langgar yang menjadi
pusat kegiatan masyarakat dan ayahnya bersama bersama masyarakat bergiat
dilanggar tersebut. Pada bulan Ramadhan langgar tersebut ramai dengan kegiatan
ibadah dan anak-anak bergembira dengan acara yang sudah disiapkan oleh orang
tua mereka. Dalam catatannya Pak Prodjo berkisah:
"Dalam bulan Ramadhan itu
kami anak-anak sangat bergembira, apalagi bila sudah tiba tanggal 21 Ramadhan.
Tiap tanggal ganjil kakek membuat nasi tumpeng dan makanan serta buah-buahan
untuk dimakan dilanggar. Di sampung itu kakek yang sudah pensiun dalam bulan
Ramadhan khatam membaca Al-Qur’an tiga kali, berarti makan enak nasi tumpeng
dengan ayam jago yang besar,"
Muhammadiyah masuk ke
Sidoharjo pada 1929 ditandai berdirinya Grup (Ranting) Muhammadiyah Sidoharjo.
saat Grup Muhammadiyah Sidoharjo berdiri usia Pak Prodjo 7 tahun. Masuknya
Muhammadiyah ke Sidoharjo membawa angin segar bagi perubahan kehidupan
keagamaan masyarakatnya. Adanya Tabligh Akbar, berdirinya Hizbul Wathan (HW)
dan berdirinya sekolah Muhammadiyah menjadikan kampungnya semarak dengan
kegiatan Muhammadiyah. proses pembangunan sekolah Muhammadiyah pun dilakukan
dengan kerja bakti oleh warga masyarakat.
Baca juga : Lirik Mars KOKAM Muhammadiyah
Tahun 1935 Muhammadiyah gruop
Sidoharjo maju pesat, salah satunya adalah makin jauhnya kehidupan warga dengan
perbuatan maksiat yang dulu mereka lakukan. Sholat tarawih dan ibadah yang lain
sudah dilaksanakan sesuai dengan faham Muhammadiyah. walaupun ada pertentangan
atas masuknya faham Muhammadiyah dikampungnya, tetapi tidak menimbulkan masalah
yang berarti.
Pak Prodjo adalah anak pertama
dari 4 bersaudara. Nama kecilnya adalah Sudarsono. Adik-adiknya berturut-turut
adalah Siti Sudariyah, Sudarmadi dan Sudarmodjo. Jenjang pendidikan Pak Prodjo
awalnya masuk sekolah Kesultanan, yang menjadi kepala sekolah ayahnya. Setelah naik
kelas dua pindah sekolah di kota Yogyakarta dan masuk ke HIS Muhammadiyah
(Hollands Inlandsche School). Selama Pak Prodjo sekolah di HIS Muhammadiyah,
beliau tinggal dirumah pamannya di Suronatan, Ngampilan.
Pak Prodjo hanya satu tahun
ikut pamannya, setelahnya sekolah dilaju dari Sleman. Pak Prodjo tiap hari naik
kereta dari Stasiun Tempel menuju Kota Jogja. Ketika kelas 5 Pak Prodjo pindah
ke HIS Muhammadiyah Sleman yang belum lama didirikan. Di HIS Sleman inilah
beliau menamatkan sekolah jenjang dasarnya. Pak Prodjo berkisah tentang sekolah
dasarnya:
Dari murid yang sedikit itu
(HIS Muhammadiyah Sleman) saya ranking nomor satu dalam semua mata pelajaran,
termasuk agama nilai saya yang terbaik. Sewaktu sekolah di Sleman itu saya
bersepeda dari rumah sejauh 4 km. Pada waku berangkat jalannya menurun, ketika
pulang jalannya naik, hingga ngos-ngosan, itu setiap hari. Pada hari libur ada
latihan HW atau kegiatan sekolah tiap sore, sehari dua kali pulang pergi. Di
musim hujan langganan diguyur hujan, walau dengan payung sambil bersepeda,
basah juga.
Setamat HIS tahun 1938 beliau
melanjutkan ke MULO (Meer Uitgebreid Laager School) Muhammadiah di Yudonegaran,
Kota Yogyakarta. pada waktu itu MULO adalah jenjang sekolah tertinggi di
Muhammadiyah. Mulo Muhammadiyah hanya ada di Kota Yogyakarta, Kota Solo dan
Jakarta. Sewaktu di MULO inilah Pak Prodjo di malam hari ikut madrasah Wustho,
yang mengajarkan Al-Qur’an, Nahwu dan Shorof. Pada waktu di MULO kesibukan Pak
Prodjo hanya tertuju pada belajar dan belajar. Beliau menamatkan MULO dan
Madrasah Wustho.
Pada tahun 1942 Pak Prodjo
mengikuti kursus analisa gula di Yogyakarta selama 8 bulan dan lulus tahun itu
juga. Lalu bekerja di Pabrik Gula Padokan/ Madukismo, Bantul. Tapi minatnya
sebagai karyawan di pabrik gula belum total betul. Akhirnya pada 1943 beliau
hijrah ke Jakarta dan mengikuti kursus pembantu jaksa selama 6 bulan di Jaman
Jepang. Selesai dari kursus pembantu Jaksa beliau diterima bekerja sebagai
pembantu jaksa di Kantor Kejaksaan Yogyakarta hingga kemerdekaan Indonesia
diproklamasikan.
Karir Militer di AM Yogyakarta
Sesudah proklamasi tahun 1945
Pak Prodjo masuk Militer Akademi (MA) Yogyakarta hingga tahun 1948. MA adalah
Akademi Militer Republik Indonesia pertama yang didirikan di Yogyakarta pada 31
Oktober 1945. MA Yogyakarta berlokasi di Kotabaru, Gondokusuman. MA Yogyakarta
adalah cikal bakal Akademi Militer ( Akmil) Magelang. MA Yogyakarta meluluskan
2 angkatan, yaitu angkatan 1 tahun 1945-1948 dan Angkatan II Tahun 1946-1950.
Pak Prodjo adalah angkatan Pertama. Kawan seangkatan beliau yang bersinar di
lingkungan militer antara lain Jenderal Soesilo Soedarman, Letda Inf Prof
Subroto, Letjend Sayidiman Suryohadiprodjo, Letjend Wiyogo Atmodarminto,
Letjend Himawan Seotanto dll.
Dalam buku Laporan Kepada
Bangsa: Militer Akademi Yogyakarta saat menjadi taruna MA Yogyakarta Pak Prodjo
dikenal dengan nama kecilnya, yaitu Sudarsono. Taruna AM Yogyakarta menghadapi
masa-masa genting di republik ini. Mereka selain dilatih dibangku kelas juga
langsung diterjunkan digaris depan pertempuran. Pada 19 September 1948 Presiden
Soekarno memerintahkan “Rebut Kembali Madiun” dan taruna AM Yogyakarta ikut
dikirim ke Madiun menumpas pemberontakan PKI/Musso. Tidak berselang kemudian
pada 19 September 1948 Ibukota Republik Indonesia yang berada di Yogyakarta
diduduki Belanda, yang terkenal dengan Clash ke II. Dalam peristiwa ini Taruna
AM Yogyakarta yang sedianya libur kuliah akhirnya ikut bergerilnya yang
dipimpin Jenderan Besar Soedirman.
Setelah itu Indonesia Merdeka
secara penuh dari Belanda, ditandai dengan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Deen
Haag Belanda. Perwakilan dari Indonesia dipimpin oleh Wakil Presiden Mohammad
Hatta. KMB adalah simbol angin baru bagi bangsa Indonesia yang berdaulat dalam
mengelola tanah dan airnya. Setelah itu Indonesia mulai menata masyarakatnya
dan pemerintahan mulai membangun eksistensinya.
Beliau menikah dengan Siti
Isroiyah, perempuan kelahiran Kutoarjo, Jawa Tengah. Pak Prodjo di bulan
Januari 1950 bersama beberapa staf Kementrian Pertahanan yang dipimpin Letkol
Raden Mas Haryono mulai berdinas di Jakarta. Awalnya Kementrian Pertahanan
kantornya di Yogyakarta, setelah Ibukota pindah lagi ke Jakarta, kantornya
pindah ke Jakarta. Saat berdinas di Kementrian Pertahanan ini beliau mendapat tugas
mengikuti kursus administrasi Militer pada Markas Ajudan Jenderal KNIL (Tentara
Kerajaan Belanda) di Bandung.
Baca juga : Puisi Taufiq Ismail untuk Muhammadiyah
Tahun 1952 beliau pindah ke
Departemen Pertahanan dan keamanan pada bagian Anggaran dengan pangkat Perwira
Muda. Pada tahun itu pula beliau mantap untuk menetap di Jakarta. Keahlian
utama Pak Prodjo di militer pada pengelolaan anggaran tentara. Pada tahun 1969
beliau lulus pada kursus Pelaksana Pembangunan Angkatan 1 untuk Pejabat
Pemerintah di Jakarta. Setelah itu beliau diangkat menjadi Asisten Anggaran di
tentara. Tugas di Militer yang lain adalah memberikan ceramah tentang
Administrasi Militer, khususnya keuangan pada penataran pejabat militer dan
tugas kemiliteran yang sifatnya operasional lapangan.
Tahun 1970 beliau
diperbantukan ke Departemen Keuangan RI sebagai Staf Ahli Menteri Keuangan
untuk Anggaran Belanja dan diangkat menjadi Ketua Kopri Unit Departemen
Keuangan. Departeman Keuangan pada masa itu termasuk kementrian yang besar
dengan jumlah karyawan yang banyak. Sehingga diperlukan sosok seperti Pak
Prodjo yang mampu mengayomi karyawan Depkeu. Pada tahun 1975 beliau berpangkat
Kolonel dan Pensiun dari TNI Angkatan Darat, namun tugasnya sebagai staf Ahli
Menteri keuangan diembannya sampai 1978 dan menyatakan pensiun dan mau fokus
untuk tugas keumatan.
Sumber
: FB Iwan KC Setiawan
0 comments: