Yogyakarta – Muhammadiyah kembali
menunjukkan kepeduliannya kepada rakyat yang sedang mencari keadilan. Arnita
Rodelina Turnip, adalah mahasiswi dari Pemerintah Kabupaten Simalungun, Sumatra
Utara. Kisahnya menjadi viral setelah beredar kabar ia terpaksa berhenti kuliah
di IPB karena beasiswa kuliahnya dihentikan.
Sumber: kumparan.com |
Menurut pengakuan Arnita, ia
tidak mengetahui penyebab dihentikan beasiswa yang seharusnya menjadi haknya. Pemerintah
Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara mengehntikan Beasiswa Utusan Daerah (BUD)
kepadanya sejak 2016, saat dia memasuki semester dua di IPB.
Baca juga : Muhammadiyah akan Bangun Sekolah di Australia
Kepada media, Arnita bercerita dirinya begitu menduga Pemkab
Simalungun menghentikan beasiswa itu sejak ia memutuskan menjadi Muslim. Ia beranggapan
seperti itu, karena tidak ada pelanggaran yang dia lakukan sesuai yang tersebut
dalam perjanjian dengan Pemkab
"Saya tidak melanggar satu pun dari MoU. Indeks
Prestasi (IP) saya di atas 2,5. Saya juga membuat Laporan Pertanggung Jawaban
(LPJ), tapi di semester dua, teman-teman saya dananya cair, saya doang yang
tidak. Namun saya tetap kuliah lanjut semester tiga hingga lanjut UTS,"
kata Arnita saat dihubungi kumparan, beberapa
waktu lalu.
MoU yang disebutkan Arnita ialah surat pernyataan bermaterai
antara dirinya dengan Pemkab Simalungun pada 2015 lalu. Dalam surat pernyataan
itu disyaratkan penerima beasiswa dinyatakan gugur apabila meraih IP di bawah
2,5, dikeluarkan dari kampus (drop out), atau tidak menyelesaikan laporan
pertanggung jawaban (LPJ).
Situs kumparan.com menuliskan pengakuan Arnita, Menurutnya,
semua persyaratan yang dia tanda tangani itu tak pernah dilanggarnya sama
sekali. Saat duduk di semester pertama, kata dia, dirinya mendapat IP sebesar
2,62. Sejak saat itu pula dia tak lagi menerima uang saku sebesar Rp 6 juta per
semester yang biasa masuk ke rekeningnya. Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang
seharusnya otomatis dibayarkan ke IPB pun menjadi tertunggak.
"Karena tidak ada dana lagi dari BUD, saya bingung
terutama uang saku. Jadi saya setelah enggak dapat saya enggak diam saja, saya
nanya juga ke kakak tingkat, kami kan BUD ini ada tiga angkatan. Saya tanya ke
kakak angkatan. Mereka jawabnya enggak tahu dan enggak tahu," katanya.
Semua lalu mulai terang saat dia mendapat kabar dari salah
seorang kakak tingkat bahwa namanya telah dicoret Pemkab Simalungun dari daftar
penerima BUD. Kabar itu kemudian diperkuat oleh surat pemberhentian beasiswa
yang dia terima dari Pemkab Simalungun.
"Jadi kan ada surat pemberhentian. Ada empat yang
diberhentikan, ada dua orang di-DO, satu orang diperingatkan, dan satu lagi
saya. Tapi (dalam surat pemberhentian) saya itu alasannya tidak ada, dalam
artian setrip. Yang lain alasannya ada. Jadi saya diberhentikan begitu saja.
Jadi saya bisa klaim ini adalah SARA," tegas Arnita.
Arnita menjelaskan, dirinya memang memutuskan untuk memeluk
agama islam sejak satu pekan berada di IPB. Kala itu dia resmi memeluk Islam di
Masjid Al-Hurriyah IPB. Namun, dia tak pernah mengira bahwa keputusan privatnya
itu berdampak pada pencabutan beasiswa tersebut.
Awalnya, kata dia, kedua orang tuanya memang sempat
menyalahkan dirinya karena pindah agama yang berujung pada pemutusan beasiswa.
Terlebih, orang tuanya hanyalah petani yang sulit untuk membiayai perkuliahan
Arnita di IPB.
Kasus ini pun sempat terkatung-katung pada 2016 dan 2017
karena tak ada dukungan dari keluarga. Baru kemudian kasus ini mencuat kembali
pada pekan ini karena ibunda Arnita, Lisnawati, mengadukan persoalan ini ke
Ombudsman Sumatera Utara.
Arnita mengakui bahwa dirinya memang sempat kabur dan tak
menyelesaikan semester tiganya di IPB. Semua bermula saat kedua orang tuanya
yang belum tahu duduk permasalahannya sempat membawa dirinya kembali ke
Simalungun. Saat di rumah, dia diminta untuk kembali masuk ke agama asalnya.
Namun Arnita memberontak dan memilih untuk kabur ke Jakarta.
"Waktu itu saya ngambil uang ibu saya. Paginya naik
bus langsung ke bandara," jelasnya.
Kendati memilih kabur dari rumah, Arnita rupanya sudah
merencanakan semuanya dengan matang. Dia sudah mengontak koleganya yang
merupakan orang di Muhammadiyah. Di Jakarta, akhirnya dia dikuliahkan di
Fakultas Ekonomi Universitas Prof Dr. Hamka (UHAMKA) Jakarta.
"Jadi saya diperbolehkan kuliah di UHAMKA dengan
tunggakan-tunggakan, dan nantinya boleh dicicil. Makanya sekarang saya ngajar
jadi guru privat. Dari pagi sampaai siang saya kuliah, dari sore sampai malam
saya ngajar. Saya biaya sendiri di sini," terang Arnita.
Meski sudah kuliah di UHAMKA, Arnita tetap berharap bahwa
kasus ini segera selesai. Dia masih bermimpi untuk tetap bisa kuliah di IPB
seperti dahulu.
"Yang saya perjuangan sekarang itu adalah hak saya di
IPB. Bukan karena IPB bagus atau gimana, tapi saya merasa bahwa hak saya ada di
IPB," tegas dia.
Dihubungi terpisah, Kepala Humas IPB Yatri Indah
Kusumastuti memastikan pihaknya sedang berupaya agar Arnita dapat berkuliah
kembali di IPB. "Yang bersangkutan belum di-DO. Bahkan IPB sedang
mencarikan solusi atas beasiswa yang diputus tersebut," kata Yatri.
Sumber:
kumparan.com
0 comments: