Pertanyaan dari:
K. Hasibuan, SE.
PRM Bojong Nangka, Kelapa
Dua Tangerang
Pertanyaan:
Bolehkah menyebutkan panggilan “almarhum/ah”, kepada
orang yang sudah meninggal padahal kita tidak tahu orang tersebut taat
beribadah, lalai dalam ibadah aau bahkan orang yang ingkar? Mohon penjelasan
disertai dalil-dalinya.
Jawaban:
Saudara yang terhormat, berikut ini jawaban atas
pertanyaan saudara:
Almarhum dan almarhumah berasal dari bahasa Arab yang
berarti laki-laki dan perempuan yang dirahmati/dikasihi. Kata almarhum/ah ini
telah masuk ke dalam bahasa Indonesia dan artinya berubah menjadi: 1. yang
telah meninggal, contoh: almarhum dokter Polan. 2. untuk menyebut orang yang
telah meninggal, contoh: almarhum pernah melawat ke Jepang.
Meskipun telah terjadi perubahan makna, namun sebenarnya
kata-kata almarhum dan almarhumah tetap berisi doa untuk orang yang telah
meninggal, khususnya untuk orang Islam. Jadi kalau kita mengatakan: almarhum
Buya Hamka, itu artinya: Semoga Allah merahmati/mengasihi beliau. Kalau dalam
bahasa Malaysia, mereka menyebutnya lebih jelas lagi yaitu: Allahyarham Polan,
yang artinya: Semoga Allah merahmati Polan. Hal ini sesuai dengan asalnya dalam
bahasa Arab yaitu: Rahimahullah, yang berarti: Semoga Allah
merahmatinya.
Adapun untuk orang kafir yang sudah meninggal, kata-kata
almarhum dan almarhumah tidak boleh dikatakan kepada mereka. Mereka cukup kita
panggil: Mendiang. Ini karena menurut keyakinan kita, hanya orang yang
meninggal dalam keadaan Islam saja yang dirahmati Allah. Sedang orang yang
meninggal dalam keadaan kufur tidak dirahmati Allah Ta'ala. Dalilnya ialah
firman Allah:
Artinya: “Sesungguhnya
orang-orang kafir dan mereka mati dalam keadaan kafir, mereka itu mendapat
laknat Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya. Mereka kekal di dalam
laknat itu; tidak akan diringankan siksa dari mereka dan tidak (pula) mereka
diberi tangguh.” [QS. al-Baqarah (2): 161-162]
Dan firmanNya:
Artinya: “Barangsiapa yang murtad di antara kamu
dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia
amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka
kekal di dalamnya.” [QS. al-Baqarah (2): 217]
Ayat pertama menunjukkan dengan jelas bahwa orang yang
kafir lalu mati dalam keadaan kufur itu akan dilaknat oleh Allah, para malaikat
dan manusia sampai hari kiamat, lalu mereka akan kekal dalam laknat itu sampai
masuk neraka jahannam, dan laknat tersebut menemani mereka di dalamnya sehingga
siksaan mereka tidak diringankan serta tidak ditangguhkan walaupun sebentar.
Sementara ayat yang kedua juga menunjukkan dengan jelas
bahwa orang yang beragama Islam lalu keluar dari agamanya itu (murtad),
kemudian ia mati dalam keadaan kufur maka amalannya di dunia dan di
akhirat dianggap sia-sia (tidak diterima), dan ia termasuk penghuni neraka
untuk selama-lamanya.
Jadi dengan demikian kedua ayat ini menunjukkan bahwa
orang yang mati dalam keadaan kafir, baik pada asalnya ia memang orang kafir
atau pada asalnya ia beragama Islam lalu murtad, tidak akan mendapat rahmat
dari Allah, bahkan mereka itu mendapat laknat atau kutukan dan mendapat siksaan
selama-lamanya di neraka.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa orang yang mati
dalam keadaan kafir itu tidak boleh kita sebut dengan almarhum/ah. Dan kita
boleh dan bahkan dianjurkan menyebut orang Islam yang sudah meninggal dengan
sebutan almarhum bagi laki-laki dan almarhumah bagi perempuan, meskipun kita
tidak tahu masa lalunya ketika ia masih hidup, baik ia termasuk orang yang
saleh atau orang yang fasiq. Ini karena kata-kata tersebut mengandungi doa,
semoga Allah merahmati/mengasihinya. Jika ia termasuk orang yang saleh, maka
semoga Allah merahmatinya dan mengangkat derajatnya, dan jika ia termasuk orang
yang fasiq, maka semoga Allah mengasihaninya dan mengampuni dosa-dosanya.
Adapun bagi orang yang tidak bisa dipastikan agamanya,
maka namanya menjadi dasar pertimbangan. Jika namanya nama orang Islam seperti
Muhammad, Ahmad dan Abdullah maka kita berhusnuzzan (berprasangka baik)
kepadanya sehingga kita sebut almarhum/ah, dan jika bukan seperti itu maka
cukup kita sebut dengan mendiang.
Wallahu a’lam bish-shawab. *mi)
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
E-mail: tarjih_ppmuh@yahoo.com dan ppmuh_tarjih@yahoo.com
Sumber: www.fatwatarjih.com
0 comments: