Minggir – Sebagian dari warga Muhammadiyah mungkin belum
tahu bahwa Ir. Juanda yang namanya diabadikan sebagai nama bandar udara di
Sidoarjo Jawa Timur serta fotonya tercetak di lembaran uang lima puluh ribu.
Juanda merupakan tokoh penting dalam perjuangan bangsa Indonesia. Kecintaan tokoh
Muhammadiyah ini kepada NKRI tidak sebatas ucapan di bibir. Ia mewujudkannya
dalam perjuangan dan pengorbanan yang nyata. Sangat jauh berbeda dengan kondisi
saat ini bagaimana Cinta NKRI hanya menjadi retorika semata.
Ir. Djuanda (Sumber: Suara Muhammadiyah) |
Untuk mengenal sosok pejuang NKRI dan Tokoh Muhammadiyah
tersebut. Berikut kami salin dari tulisan di website www.muhammadiyah.or.id
Mengulik kisah hubungan Ir Djuanda dengan Muhammadiyah
salah satunya yaitu dapat dibuktikan saat Ia menjabat sebagai Direktur SMA
Muhammadiyah Jakarta ketika berusia 23 tahun. Selain itu, Ir Djuanda juga
merupakan anak dari Kartawidjaya aktifis Muhammadiyah dari Tasikmalaya.
Kartawidjaya lah yang meminta Ir Djuanda untuk mengabdi kepada Muhammadiyah.
Seperti diceritakan oleh Syukri AR, Ketua Lembaga Seni
Budaya dan Olahraga (LSBO) PP Muhammadiyah, Ir Djuanda yang merupakan lulusan
Technische Hoge School(sekarang ITB) pernah ditawari oleh salah satu Profesor
yang mengajar di Technische Hoge School untuk menjadi asistennya, namun ditolak
oleh Ir Djuanda.
“Padahal saat itu Ir Djuanda akan diberi gaji sebesar 275
Golden. 275 Golden pada masa itu merupakan nominal uang yang cukup besar.
Namun, Ia tolak tawaran Profesor tersebut dan lebih memilih untuk mengabdikan
diri penjadi pengajar di Sekolah Muhammadiyah, saat itu bersama Maria Ulfah
Santoso,” terang Syukri ketika ditemui redaksi Muhammadiyah.or.id, beberapa waktu lalu.
Di masa kepemimpinannya sebagai Direktur Sekolah
Muhammadiyah, menurut Syukri, Ir Djuanda merupakan sosok yang memiliki sikap
tenang, ramah, dan tidak mudah marah.
“Siswa-siswanya memandang bahwa Ir Djuanda sebagai seorang
Direktur yang lemah-lembut, simpatik dan disegani. Hal itu dibuktikan Ir
Djuanda untuk selalu berusaha meningkatkan mutu pendidikan para siswanya
sehingga tidak kalah dari mutu sekolah SMA Pemerintah Belanda,” ujar Syukri.
Mulai menjelang kemerdekaan RI, Ir Djuanda aktif dalam
pemerintahan, sederet jabatan di pemerintahan pun pernah dijabat oleh Ir
Djuanda, diantaranya pada masa kabinet Moh. Natsir (1950) Ia diamanahkan
menjadi Menteri Perhubungan. Demikian juga pada kabinet Sukiman Suwiryo (1951)
dan kabinet Wilopo (1952) Ir. Djuanda tetap memegang jabatan Menteri
Perhubungan hingga tahun 1953.
Pada masa kabinet
Ali Sastroamijoyo I (1953) dan kabinet Burhanuddin Harahap (1955) Ir. Djuanda
tidak duduk dalam kabinet, selama tiga tahun. Ia muncul kembali sebagai Menteri
Negara Urusan Perencanaan pada kabinet Ali Sastroamijoyo II pada tahun 1957.Dan
Selama tahun 1953 – 1956, Ir.Djuanda menjadi Direktur Biro Perancang Negara,
yang menitikberatkan perencanaan pembangunan pertanian, irigasi, jalan,
pelabuhan dan infra stuktur lainnya.
“Selain itu, Ir Djuanda juga mencanangkan Deklarasi Juanda
pada 13 Desember 1957, yaitu dengan mengintegrasikan seluruh wilayah kepulauan
dan laut yang menjadi wilayah teritorial Indonesia,” terang Syukri.
Baca juga: Sejarah Lahirnya Muhammadiyah
Jika dilihat dari sederet prestasi dan pengabdian yang
telah diberikan Ir Djuanda kepada bangsa Indonesia, Syukri menilai sudah
menjadi hal yang wajar jika Ir Djuanda dinobatkan sebagai Pahlawan sesuai
dengan SK Presiden No. 244 tahun 196, dan saat ini Ir Djuanda telah menjadi
salah satu tokoh pahlawan dari Muhammadiyah yang terpampang di uang rupiah.
“Ir Djuanda berhasil karena prestasi dan daya juangnya yang
tinggi bagi bangsa ini, sehingga sudah menjadi sangat wajar jika pemerintah
saat ini memberikan penghormatan atas jasa Ir Djuanda dengan menjadikannya
tokoh pahlawan dan simbol mata uang rupiah saat ini, dan Muhammadiyah patut
bangga akan hal tersebut,” terang Syukri. (ed)
0 comments: