Oleh : Muhaimin Iqbal
Yang mengerikan sebenarnya
bukan ukuran dari hutang tersebut, melainkan trend kenaikannya. Karena AS
sebagai gurunya juga terus menerus manambah hutang – nilai hutang mereka ‘baru’
mencapai US$ 8.0 trilyun tiga tahun lalu; demikian pula Indonesia, pada saat yang
sama tiga tahun lalu hutang kita ‘baru’ Rp 1,282 trilyun.
Inilah musibah itu; lilitan
hutang diatas hutang yang membuat seluruh dunia kalang kabut didera krisis
finansial yang seperti sumur tanpa dasar - belum kelihatan ujungnya sampai saat
ini.
Dalam dunia finansial; ada dua
jenis hutang yaitu yang disebut Self-Liquidating Debt saya sebut saja SLD dan
yang satunya tentu sebaliknya yaitu Non-Self-Liquidating-Debt atau N-SLD.
SLD adalah hutang yang
produktif yang bisa membayar dirinya sendiri. Contoh kita berhutang 100 untuk
kegiatan produksi barang atau jasa yang hasilnya bisa kita jual 130. Dari
penjualan ini, 10 kita pakai untuk biaya, 20 kita bagi 50%-nya ke pemberi
hutang. Kita bisa berproduksi dan pemberi hutang juga mendapatkan hasil dari
dananya. Hutang semacam ini banyak-banyak tidak masalah karena akan mendorong
produktifitas.
Sebaliknya N-SLD adalah hutang
yang tidak bisa membayar dirinya sendiri. Contoh pegawai dengan penghasilan Rp
10 juta/bulan mengambil kredit Kijang baru dengan cicilan Rp 5 juta/bulan. Maka
setiap bulan dia akan kesulitan mencicilnya karena penghasilannya nggak cukup;
untuk menutupi ketidak cukupannya dia berbelanja bulanan dengan credit card.
Maka menumpuklah hutang tersebut dari waktu ke waktu semakin besar. Inilah Ghalabati
Al-Dain itu …yang kita diajarkan untuk berlindung terhadapnya.
Negara juga demikian; mereka
berhutang bukan hanya untuk kegiatan produktif tetapi lebih banyak untuk
kegiatan konsumtif. Di Amerika kegiatan konsumtif yang sangat besar adalah
untuk membiayai perang Irak dan aksi-aksi yang tidak membawa manfaat bagi
penduduk mereka sendiri seperti kegiatan mereka di Afganistan dslb.
Di negeri seperti Indonesia,
hutang-hutang kita tersebut dipakai untuk nambal APBN, untuk ‘hidup
sehari-hari’- nya negeri ini.
Jadi negeri-negeri seperti
Amerika, Indonesia dan seluruh negara di dunia saat ini – sama dengan rakyatnya
– hidup rutinnya ditambal dari kartu kredit. Ketika beban kartu kredit terus
membengkak – maka bangkrutlah negera-negara tersebut.
Untuk sementara kebangkrutan
ini tidak nampak karena berbeda dengan individu, negara bisa mencetak uang.
Anak cucu kitalah nantinya yang harus membayari kartu-kartu kredit yang dipakai
negara-negara ini sampai sekian generasi yang akan datang.
Mari sekarang kita
rajin-rajinlah lafadzkan do’a pelepas hutang ini…
Allahumma innii a’udzubika
minal hammi wal khazan, wa a’udzubika minal ‘adzji wal kasal, wa a’udzubika
minal jubni wal bukhl, wa a’udzubika min ghalabati al-daini wa khohri al
rijaal.
“Ya Allah saya
bersungguh-sungguh berlindung kepadaMu dari rasa susah dan sedih, dan aku
berlindung kepadaMu dari rasa lemah dan malas, dan aku berlindung kepadamu dari
sifat pengecut dan kikir, dan aku berlindung kepadamu dari lilitan hutang dan
tekanan orang lain.”
Sumber: www.geraidinar.com
0 comments: