Oleh: Achmad Santoso
Penulis adalah aktivis Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah/Mahasiswa magister pendidikan di Universitas Muhammadiyah
Surabaya.
Dakwah Muhammadiyah
senantiasa mengusung misi tajdid atau pembaruan. Yang dimaksud pembaruan adalah
menyelaraskan ajaran agama sesuai dengan perkembangan dan perubahan zaman.
Ketika menyelenggarakan muktamar ke-47 di Makassar, 3-7 Agustus 2015, Muhammadiyah
mencanangkan semangat jihad ekonomi. Jihad ekonomi mengarah pada kemandirian
ekonomi demi memperbaiki kesejahteraan umat.
Sebelumnya, pada era
Din Syamsuddin, dalam muktamar satu abad, Muhammadiyah menggelorakan jihad
konstitusi mengingat banyaknya undang-undang yang tidak prorakyat. Hal itu
melengkapi jihad lain yang lebih dulu sukses di bidang pendidikan dan
kesehatan.
Kini, sembari
menyempurnakan jihad ekonomi, ada jihad lain yang tidak kalah mendesak pada era
kiwari. Ya, sekarang waktunya ”jihad digital”. Pada era informasi dan teknologi
yang sedemikian pesat, organisasi yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan ini mesti
turut mengambil peran. Itu senapas dengan misi pembaharuan. ”Jihad konstitusi
yang dilakukan Muhammadiyah sudah berhasil di periode lalu. Periode ini sudah
saatnya Muhammadiyah menggalakkan jihad digital.”
Begitu pesan Ketua
Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dadang Kahmad ketika memberikan sambutan dalam
acara Pembukaan Pelatihan Pengelolaan Arsip bagi Perguruan Tinggi Muhammadiyah
(PTM) pada 2016 lalu sebagaimana dikutip dari Muhammadiyah.or.id.
Era media cetak
memang perlahan mau tidak mau digantikan oleh media online (daring). Meskipun
begitu, tidak menggantikan sepenuhnya karena media cetak, seperti koran dan
majalah punya ciri khas serta segmen tersendiri. Beberapa media ternama di
Tanah Air pun mulai ”pasang badan”. Maksudnya, selain menerbitkan versi cetak,
mereka juga mengelola media online.
Muhammadiyah sendiri
punya beberapa media cetak, salah satunya majalah. Di tataran pusat ada Suara
Muhammadiyah yang legendaris itu. Suara Muhammadiyah merupakan majalah tertua
di Indonesia. Majalah ini secara resmi didirikan oleh Pengurus Pusat (PP)
Muhammadiyah pada Januari 1915 (terbitan pertama).
Berkat kiprahnya,
pada 2016 lalu Suara Muhammadiyah diganjar penghargaan dari MURI sebagai
Majalah Islam yang Terbit Berkesinambungan Terlama. Kemudian, di PW
Muhammadiyah Jatim terdapat majalah Matan. Nah, demi ekspansi dakwah, ormas
berlambang matahari ini juga mengembangkan media online, sebut saja Muhammadiyah.or.id (PP) dan PWMU.co (PWM Jatim). Suara
Muhammadiyah pun sudah memiliki versi online (www.suaramuhammadiyah.id).
Akan tetapi, masalah
muncul seiring dengan menjamurnya media online. Dahlan Iskan, yang sudah
puluhan tahun bergelut di dunia pers, suatu ketika pernah mengatakan bahwa
media cetak memang punya lawan yang cukup kuat dalam diri media online.
Namun, media online
juga memiliki musuh yang jauh lebih kuat. Apa lagi kalau bukan media sosial.
Ya, media sosial seperti Facebook menjadi musuh yang nyata sekaligus kejam bagi
media online karena rawan disalahgunakan untuk menyebar konten-konten hoax.
Berita yang kebenarannya tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Problem tersebut
memang terbukti sahih. Kalau masuk ke dunia media sosial, Facebook misalnya,
Anda akan menjumpai banyak berita dengan judul provokatif dan isinya bahkan
hanya beberapa paragraf. Namun, dari berita yang tidak akurat itu, lihat
komentar-komentar yang muncul, berjibun. Padahal, sangat mungkin mereka cuma
membaca judulnya.
Inilah salah satu
tantangan Muhammadiyah yang dialami dalam misi jihad digital. Sebab, yang
dihadapi saat ini adalah generasi yang berbeda dengan dulu. Generasi millennial
cenderung suka yang praktis-praktis. Selain itu, minat membaca secara
konvensional menurun dan lebih suka membaca secara instan. Mereka menjadikan
media sosial sebagai alat komunikasi dan pusat informasi.
Kritik tajam juga
tak luput disampaikan kepada generasi muda Muhammadiyah yang kian
aliterasi.Kurangnya membaca buku dan mandiri menelusuri kebenaran suatu wacana
adalah sumber dari termakannya generasi muda akan hoax. Kelengahan-kelengahan
inilah yang dimanfaatkan para penebar hoax untuk membuat informasi abal-abal.
Muhammadiyah wajib
melawan perkara serius itu. Muhammadiyah punya peluang untuk berdakwah melalui
celah-celah itu. Baik untuk internal maupun eksternal. Sebab, jika penangkalnya
tidak banyak, para penebar// hoax //ini akan semakin merajalela dan tertawa ria
di belakang layar sana.
Dewan Pers memerikan
ciri-ciri berita hoax. Pertama, begitu disebar hoax bisa mengakibatkan
kecemasan, permusuhan, dan kebencian dalam diri masyarakat. Ciri kedua adalah
ketidakjelasan sumber berita. Pemberitaan ini tidak atau sulit terverifikasi.
Ketiga, isi pemberitaan tidak berimbang dan cenderung menyudutkan pihak
tertentu.
Poin keempat, ciri
hoax adalah sering bermuatan fanatisme atas nama ideologi. Biasanya bisa
dilihat dari judulnya yang provokatif, tapi tanpa data dan fakta. Karena sudah
termakan judul yang sarat hasutan itu, masyarakat, terutama yang gampang marah
alias sumbu pendek, dengan mudah berkomentar ini itu dan menyebar ulang di
media sosial masing-masing.
Dengan begitu
derasnya arus informasi melalui media sosial, masyarakat membutuhkan //clearing
house// atau sesuatu untuk meluruskan berita hoax. Beberapa media mainstream
barangkali sudah punya rubrik sebagai klarifikasi berita itu bohong atau tidak.
Berkaca dari hal
tersebut, Muhammadiyah sedikitnya punya dua cara untuk mengejawantahkan jihad
digital ini. Pertama, selain mempertahankan sekaligus menginovasi media cetak,
Muhammadiyah harus mampu mengintensifkan media daring untuk menyebarluaskan
misi dakwah. Kedua, turut menangkal dan meluruskan kabar-kabar bohong di media
sosial sehingga tidak menyesatkan pembaca.
Langkah itu sudah
mencakup dakwah amar makruf nahi munkar yang berisi perintah mengajak atau
menganjurkan hal-hal baik dan mencegah hal-hal buruk. Dalam Alquran surah Al
Hujurat ayat 6, Allah SWT juga sudah mengingatkan, ”Wahai orang-orang yang
beriman, jika orang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, periksalah
dengan teliti, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan atau
kecerobohan yang akhirnya kamu menyesal atas perbuatanmu itu”.
Langkah klarifikasi
atau pembersihan informasi semacam itu amat penting supaya umat ini tidak tercerai
berai hanya karena tipu daya hoax. Masyarakat berhak menerima informasi dari
sumber yang dapat dipercaya kebenarannya. Dan, Muhammadiyah, sekali lagi, harus
bisa mengambil peran di situ. Muara jihad digital ini sejalan dengan tema Milad
ke-105 Muhammadiyah pada 18 November 2017, yakni ”Muhammadiyah Merekat
Kebersamaan”.
Sumber:
republika.co.id
0 comments: