Soedirman
memang begitu sayang kepada istrinya. Menurut Mohamad Teguh Bambang Tjahjadi,
63 tahun, putra bungsu Soedirman, ibunya pernah bercerita bagaimana bapaknya
tergolong teliti untuk urusan kosmetik dan busana. "Bapak selalu
memilihkan bedak dan busana untuk Ibu. Ibu tinggal mengenakan," ujar
Teguh. Bapaknya ternyata juga suka menjaga penampilan agar rapi dan berwibawa,
terutama saat berpidato.
Majalah
Tempo, Senin 12 November 2012 menurunkan edisi khusus Jenderal Soedirman, Bapak
Tentara dari Banyumas. Ibunya sekali waktu bercerita, pernah saat Soedirman
berpidato, ia merasa cemburu. Soedirman saat itu berpidato di hadapan
putri-putri Keraton Solo. Mereka terlihat kagum pada penampilannya yang besus
atau selalu rapi. Selesai pidato, Alfiah berseloroh, "Kamu senang, ya?
Kalau begitu mau lagi?" Soedirman langsung menjawab, "Ya tidak, kan
aku sudah punya kamu."
Kisah
asmara Soedirman dan Alfiah dimulai di Perkumpulan Wiworo Tomo, Cilacap.
Soedirman tersohor sebagai pemain sepak bola dan pemain tonil atau teater. Dia
dijuluki Kajine karena alim. Tatkala menjadi ketua, Soedirman memilih Alfiah
sebagai bendahara Perkumpulan. Salah seorang teman Soedirman, menurut Teguh,
bercerita, banyak pemuda naksir kepada ibunya tapi tak berani mendekati karena
segan kepada sang ayah.
Gosip
Soedirman menaksir Alfiah, kata Teguh, bermula dari kebiasaan Soedirman
berkunjung ke rumah Sastroatmodjo, orang tua Alfiah. Silaturahmi itu berkedok
koordinasi internal Muhammadiyah. Kala itu Soedirman termasuk pengurus Hizbul
Wathan dan Pemuda Muhammadiyah. Adapun orang tua Alfiah pengurus Muhammadiyah.
Silakan baca juga : Sejarah Berdirinya KOKAM 1965 untuk Menumpas Pemberontakan PKI
Saat
menjadi guru HIS Muhammadiyah, Soedirman dikenal dermawan. Gajinya kerap
dipakai membantu tetangga. Tatkala menjadi anggota Badan Penyediaan Pangan,
lembaga penarik upeti di bawah Jepang, Soedirman bahkan tidak memaksa warga
menyetor upeti jika kekurangan.
"Nenek
tahu betul Soedirman muda naksir Alfiah. Nenek merestui karena kagum pada
kealimannya. Nenek membujuk Kakek mau menerima Soedirman menjadi menantu. Saat
itu, usia Bapak 20 tahun, Ibu 16 tahun."
Menurut
Teguh, paman ibunya yang bernama Haji Mukmin, saudagar pemilik hotel,
sesungguhnya tidak setuju terhadap perkawinan Alfiah dan Soedirman. Mukmin
berkeras Alfiah harus mendapatkan suami dari kalangan orang kaya. Adapun
Soedirman anak ajudan wedana, yang bergaji kecil. "Akhirnya, menurut Ibu,
semua ongkos pernikahan diam-diam disiapkan Nenek. Strategi itu agar Bapak tidak
disepelekan keluarga besar Kakek."
Dari
ibunya, Teguh mendengar, pada saat makan bersama keluarga besar, Haji Mukmin
menyingkirkan hidangan paling enak dari hadapan bapaknya. Sang ibu tersinggung,
tapi bapaknya memilih mengalah. Sikap Haji Mukmin berubah setelah Soedirman
diangkat menjadi Panglima Besar. Ketika diarak ke Cilacap, dia melihat pamannya
itu berdiri di pinggir jalan. Soedirman menghentikan mobil, lalu mengajaknya
masuk ke mobil.
Sumber: tempo.co
0 comments: