Dalam tahun-tahun menjelang Kup Gestapu PKI, kaum komunis mulai
berusaha mematangkan kadernya dengan meningkatkan ofensif revolusionernya, dan
mulai mengadakan percobaan-percobaan dengan melakukan aksi-aksi sepihak. Pada
tanggal 15 November 1961, 3000-an orang anggota BTI (Barisan Tani Indonesia)
mengadakan aksi sepihak menggarap tanah milik Perusahaan Perkebunan Negara
secara liar. Aksi-aksi sepihak kemudian dilancarkan oleh PKI, dibanyak daerah
mereka meningkatkan “Situasi Revolusioner” sebagai persiapan merebut kekuasaan.
Peristiwa Bandar Betsi di Sumatera Utara seorang letnan angkatan darat mati
dicangkul oleh BTI dan peristiwa itu cukup menyakitkan hati Pimpinan Angkatan
Darat.
H.S.Prodjokusumo bersama anggota KOKAM |
Pancasila diperas menjadi Trisila, Trisila diperas menjadi Ekasila,
Ekasila adalah Gotong Royong. Gotong Royong itu terwujud dalam NASAKOM. NASAKOM
adalah singkatan dari NAS (Nasional), A (Agama), KOM (Komunis). Pemuda
Muhammadiyah tidak mendapat tempat di Front Nasional karena ditolak menjadi
anggota Front Pemuda. Yang menjadi anggota Front Pemuda hanyalah organisasi
Pemuda yang berafiliasi dengan partai politik.
Untuk mengimbangi kegiatan Internasional yang sudah menjurus ke
kiri, ummat Islam mengadakan Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA). Komferensi
pendahuluan dilaksanakan pada tanggal 6 – 22 Juni 1964 di Jakarta, sedang Main
Conference (Konferensi utamanya) diselenggarakan di Bandung dari tanggal 6 – 14
Maret 1965.
Baik pada konferensi pendahuluan maupun pada konferensi utama
susunan delegasi Indonesia orangnya tetap yaitu: K. H. Dr. Idham Chalid, H.
Anwar Tjokroaminoto, H. A. Sjarchu, K.H. Sirajuddin Abbas, K.H.A Badawi
(Muhammadiyah), Wartomo Dwidjojuwono (GASBIINDO), H. Aminuddin Aziz (NU), H.
Marzuki Yatim (Muhammadiyah), H. Sofyan Sirajd (PERTI), H.M. Subhan Z.E (NU),
H. Dja’far Zaenuddin ( Al Washliyah), Let. Kol. Isa Idris (Pusrah AD), Syeh
Marhaban (PSII), Hamid Widjaja (NU), Drs. Saidan Sohar. Sedangkan Drs. Lukman
Harun duduk sebagai Wakil Sekretaris merangkap anggota “Pratical Working
Comite” untuk delegasi Indonesia. Pak H.S. Prodjokusumo duduk di dalam
sekretariat panitia penyelenggara dan ketua seksi pengerahan massa. Seksi
pengerahan massa dibagi dua sub, untuk sub seksi pengerahan massa Jakarta dan sub
seksi pengerahan massa Bandung.
Sub seksi pengerahan massa di Jakarta dipercayakan kepada Kuaseni
Sabil (PERTI) sebagai ketua, dan wakil ketua Suhadi (NU) dan wakil ketua
Muhammad Suwardi (Muhammadiyah). Kuaseni sebagai ketua tidak dapat berbuat
banyak karena di PERTI sulit untuk mengerahkan massa, maka semua kegiatan
dipercayakan kepada wakil ketua yaitu Suhadi (NU) dan Drs. H. Muhammad Suwardi.
Di sinilah, ummat Islam menunjukkan kekuatannya dalam pengerahan
massa. Massa ummat Islam terdiri tua-muda, pria-wanita, baik pada waktu
penyambutan di Jakarta maupun di Bandung. Penyambutan di Jakarta dapat dibagi
dua bagian: pertama, pengerahan massa di sepanjang jalan yang akan dilalui oleh
para delegasi dan disitu ummat Islam sambil melambaikan bendera Merah Putih dan
Bendera Negara peserta KIAA, mereka mengelu-elukan dengan takbir “Allahu
Akbar”.
Atas usul ketua PDM (Pimpinan Daerah Muhammadiyah ) Jakarta Raya
mengambil inisiatif bersama-sama Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Jakarta di
bawah asuhan: Letnan Kolonel S. Prodjokusumo, H. Ibrahim Nazar, Noerwidjojo
Sardjono, Drs. Lukman Harun, Sutrisno Muhdam, BA, Drs. Haiban, dan Muhammad
Suwardi, BA, merencanakan mengadakan kursus kader yang dinamakan Kader Takari.
Pengkaderan ini tujuannya adalah untuk meningkatkan mental, daya juang keluarga
besar Muhammadiyah dalam menghadapi segala kemungkinan.
Kursus Kader yang dibuka pada tanggal 1 September 1965 ini, diikuti
oleh 250 orang untuk Angkatan Pertama terdiri dari orang tua yang bersemangat
muda dan angkatan muda laki-laki dan perempuan dari utusan Cabang. Acara ini
diselenggarakan di Aula UMJ Jl. Limau, dan penanggung jawab kursus ini adalah
PDM DKI Jakarta.
Materi yang diberikan antara lain: Tauhid, Kemuhammadiyahan,
Kepribadian Muhammadiyah, Fungsi Kader Muhammadiyah dalam Revolusi, tentang
Front Nasional, tentang Gerakan Massa Revolusioner, tentang Keamanan dan
Pertahanan, tentang Revolusioner yang sedang Berkembang dan lain-lain. Yang
memberikan kursus kader disamping oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah sendiri,
utamanya oleh: H. Mulyadi Djojomartono, Jendral A.H. Nasution, Jenderal Polisi
Sutjipto Judodiharjo, Mayor Jenderal Soetjipto, SH dan Kolonel Djuhartono.
Kursus kader berjalan dengan lancar, pada malam tanggal 30
September 1965 yang memberikan ceramah adalah Jenderal Polisi Sutjipto
Judodiharjo sampai jam 21.20, kemudian berikutnya diisi oleh Jendral A.H.
Nasution. Dalam ceramahnya beliau dengan berani menentang ide Angkatan ke-5.
Angkatan ke-5, tidak lain Angkatan Tambahan yang tidak termasuk dalam ke-4
angkatan yang sudah ada, yaitu barisan rakyat yang dipersenjatai. Semua yang
disampaikan pada peserta kursus memberikan motivasi yang sangat bernilai dan menjadi
pedoman bagi mereka. Jam 23.30 Jendral A.H. Nasution baru meninggalkan
Universitas Muhammadiyah
Pada tanggal 1 Oktober 1965, hari Jum’at, pada waktu berita jam
7.15 pagi RRI Jakarta menyiarkan pengumuman “Gerakan 30 September”. Dari
pengumuman itu ditujukan kepada Jenderal-jenderal anggota Dewan Jenderal yang
akan mengadakan coup kepada pemerintah. Kemudian siaran itu diulang kembali
pada jam 8.15. Siang harinya pukul 13.00 kembali disiarkan sebuah dekrit
tentang pembentukan Dewan Revolusi dengan mengumumkan sederetan nama
orang-orang penting di bawah pimpinan Letnan Kolonel Untung dan wakil-wakilnya
Brigadir Jenderal Supardjo, Letnan Kolonel Udara Heru, Kolonel Laut Sunardi dan
Komisaris Besar Polisi Anwas.
Peserta kursus sudah berdatangan ke Universitas Muhammadiyah jl.
Limau Kebayoran Baru, seolah-olah tidak terjadi apapa-apa, mereka memenuhi aula
menunggu kedatangan pemateri yang mengisi malam itu adalah Mayor Jenderal
Soetjipto, SH. Kemudian panitia mengumumkan kepada peserta kursus diskors, Pimpinan
akan sidang sebentar. Pimpinan yang ada pada waktu itu H.S. Prodjokusumo, Drs.
Lukman Harun, Sutrisno Muhdam, H. Soejitno, Drs. Haiban HS, Sumarsono, Imam
Sam’ani, Jalal Sayuthi, dan penulis sendiri (Drs. H. Muhammad Suwardi),
mengadakan sidang darurat dan kilat di ruang rektor UMJ yang hanya diterangi
dengan lilin, karena pada hari itu semua aliran listrik putus.
Setelah semua kumpul di ruang Rektor, Drs. Lukman Harun memberikan
informasi kepadsa yang hadir, yang isinya:
Apa yang menamakan dirinya “Gerakan 30 September” yang telah
membentuk Dewan Revolusi serta mendemisionerkan kabinet Dwikora sebenarnya
adalah suatu perebutan kekuasaan.
Menurut informasi yang dapat dikumpulkan yang mendalangi perebutan
kekuasaan tersebut adalah PKI / DN Aidit. Negara dalam keadaan bahaya. Presiden
dan beberapa prang Perwira Tinggi hilang belum ada kabar beritanya.
Terjadi penculikan terhadap beberapa orang Jenderal Pimpinan
Angkatan Darat
Perlu disampaikan kepada seluruh Pimpinan dan Anggota Pemuda
Muhammadiyah untuk siap dan waspada menghadapi segala kemungkinan.
Pada waktu itu Letnan Kolonel S. Prodjokusumo sebagai Kepala Piket
di HANKAM telah mendapat breefing pula di HANKAM seputar masalah G30S / PKI
pada hari Jum’at tanggal 1 Oktober 1965. Berdasarkan informasi tersebut maka
diambil keputusan atas usul Letnan Kolonel S. Prodjokusumo untuk perlunya
dibentuk Komando Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Muhammadiyah dan kemudian forum
mengangkat Letnan Kolonel S. Prodjokusumo menjadi komandannya dan UMJ jl. Limau
sebagai markasnya.
Setelah kebijaksanaan tersebut diambil pimpinan kembali ke Aula dan
peserta kursus diminta berkumpul ke Aula. Skors dicabut Letnan Kolonel S.
Prodjokusumo yang telah diangkat sebagai komandan menyampaikan penjelasan
kepada peserta kursus, bahwa pemateri malam ini Mayor Jenderal Soetjipto, SH
tidak bisa hadir karena saat ini negara dalam keadaan darurat. Kemudian
menyampaikan informasi-informasi dan atas usul pimpinan dan disambut dengan
suara bulat oleh peserta kursus untuk membentuk “Kesatuan Perjuangan di dalam
Muhammadiyah Jakarta Raya” dengan nama “Komando Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan
Muhammadiyah” yang disingkat KOKAM. Tepat jam 21.30 tanggal 01 Oktober 1965
diproklamirkan berdirinya KOKAM.
Kemudian Pak Prodjokusumo selaku Komandan KOKAM mengeluarkan
instruksi sebagai berikut:
✓ Di setiap Cabang Muhammadiyah segera dibentuk
KOKAM, Seluruh pimpinan cabang setiap hari harus memmberikan laporan ke Markas
Besar KOKAM di Jl. Limau Kebayoran Baru.
✓Angkatan Muda Muhammadiyah disetiap cabang
bertanggungjawab atas keselamatan semua keluarga Muhammadiyah di Cabangnya
masing-masing Seluruh pimpinan Angkatan Muda Muhammadiyah siap dan waspada
menghadapi segala yang terjadi guna membela Agama, negara dan bangsa.
✓Mengadakan kerjasama yang sebaik-baiknya dengan
kekuatan-kekuatan yang anti Gerakan 30 September. Setelah selesai mengeluarkan
instruksi (Perintah Harian) maka peserta kursus dipersilahkan pulang ke tempat
masing-masing dengan sikap waspada.
Tanggal 2 Oktober 1965, informasi-informasi sudah cukup banyak
masuk dan telah dapat membaca situasi yang sebenarnya. Karena pada tanggal itu
Komandan Gabungan V Koti Brigadir Jenderal Sutjipto, SH mengundang Pimpinan
Partai Politik dan Organisasi massa untuk datang ke Kantor Gabungan V Koti di
Merdeka Barat untuk mendengarkan breefing mengenai perkembangan yang terjadi di
tanah air. Brigadir Jenderal Sutjipto, SH menerangkan segala sesuatu yang
terjadi, bagaimana jalannya perebutan kekuasaan oleh Gerakan 30 September.
Dijelaskan oleh Beliau bahwa perwira tinggi Angkatan Darat telah
diculik oleh G 30 S PKI, mereka itu adalah Letnan Jenderal Ahmad Yani, Mayor
Jenderal Haryono Mastirtodarmo, Mayor Jenderal Suwondo Parman, Brigadir
Jenderal D.I. Panjaitan dan Brigadir Jenderal Soetojo Siswodimiharjo. Sedangkan
Jenderal A.H. Nasution yang sampai jam 23.00 memberikan ceramah di kursus Kader
Muhammadiyah, yang pada waktu itu jabatan beliau selaku Menteri Kopartemen
Hankam atau Kepala Staf Angkatan Bersenjata yang menjadi sasaran utama berhasil
meloloskan diri dari usaha penculikan tetapi putri beliau, Ade Irma Suryani
Nasution tewas akibat tembakan penculik.
PERWIS (Perwakilan Istimewa) PP Muhammadiyah di Jakarta pada
tanggal 2 Oktober 1965 mengeluarkan pernyataan mengutuk keras apa yang
menamakan Gerakan 30 September dan apa yang disebut “Dewan Revolusi”.
Peristiwa demi peristiwa intimidasi dialami oleh
organisasi-organisasi muda Islam seperti intimidasi yang dilakukan PKI antara
lain peristiwa Kanigoro. Kanigoro adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan
Kras, Kabupaten Kediri. Pada bulan Januari 1966, sekelompok pelajar Islam (PII)
mengadakan Mental Training.
Saat itu ada sekitar 100 orang PII (Pelajar Islam Indonesia) dari
seluruh daerah di Jawa Timur yang sedang mengikuti Mental Training di Masjid At
Taqwa. Setelah selasai Sholat Shubuh tanggal 6 Januari 1965 tiba-tiba datang
segerombolan orang berpakaian hitam-hitam menyerang mereka. Aktivis dan
simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) berpakaian hitam-hitam dengan jumlah
mencapai ribuan orang yang dipimpinan Suryadi itu kemudian langsung menyeruak
ke dalam masjid membubarkan acara PII itu. Peserta Mental Training PII langsung
digelandang ke kantor kecamatan dan kantor polisi yang ada di Kras. Beberapa anggota
PII banyak yang mengalami penyiksaan.
Pada tanggal 6 Januari 1966 Letnan Kolonel S. Prodjokusumo selaku
Komandan KOKAM mengadakan Apel KOKAM yang pertama diadakan di halaman
Universitas Muhammadiyah Jl. Limau Kebayoran Baru. Seluruh Cabang dan Calon
Cabang Muhammadiyah telah membentuk KOKAM di Cabangnya masing-masing. Yang
hadir dalam apel itu tidak kurang dari 2500 orang dengan pakaian bebas karena
apel pertama ini belum ada pakaian seragama KOKAM.
Tanggal 10 Oktober 1965 Perwis PP Muhammadiyah Jakarta mengadakan
rapat di Menteng Raya 62 yang membahas situasi dewasa itu. Letnan Kolonel S.
Prodjokusumo sebagai Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Jakarta Raya melaporkan
telah terbentuknya KOKAM Jaya dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Rapat
Perwis tersebut memutuskan mengesahkan KOKAM dan Pimpinan KOKAM dipercayakan
kepada Letnan Kolonel S. Prodjokusumo. Kedudukan Letnan Kolonel S. Prodjokusumo
sebagai komandan KOKAM Jaya makin kokoh dan mantap.
Tanggal 9 sampai dengan 11 November 1965 PP Muhammadiyah mengadakan
konferensi kilat yang dihadiri oleh perwakilan Muhammadiyah seluruh Indonesia.
Dalam Konperensi kilat tersebut memutuskan pengesahan KOKAM. KOKAM menjadi
salah satu aparatur dalam melaksanakan Komando Ketua Pimpinan Pusat
Muhammadiyah Bapak K.H.A. Badawi.
Berdirinya secara aklamasi sepenuhnya disahkan Bapak K.H.A. Badawi
sebagai Ketua PP Muhammadiyah dan komando pertama dari beliau adalah
“Mensirnakan Gerakan 30 September / PKI adalah ibadah”. Dengan komando ini
seluruh jajaran KOKAM harus melaksanakannya. Selain dari itu konperensi
memutuskan: Letnan Kolonel S. Prodjokusumo sebagai Ketua KOKAM seluruh
Indonesia disebut sebagai Panglima KOKAM.
Setelah keputusan Konferensi Kilat Muhammadiyah, seluruh kekuatan
keluarga besar Muhammadiyah menjelma menjadi KOKAM dan merupakan satu kesatuan
organisasi dengan komando KOKAM Pusat bangkit menentang Gerakan 30 September /
PKI bersama dengan unsur ABRI.
Laporan-laporan pembentukan dan kegiatan KOKAM mengalir dari
seluruh Tanah Air. Di Yogyakarta,KOKAM juga terbentuk dan menjadi pengawal
Muhammadiyah Wilayah dan PP Muhammadiyah yang berdomisili di Yogyakarta. KOKAM
Yogyakarta dengan daya tangkal yang tinggi dapat melaksanakan tugasnya dengan
baik bahkan anggota KOKAM dilatih oleh Pasukan Baret Merah (RPKAD) dan menjadi
anak emasnya Sarwo Edhi.
Menurut kisah anggota KOKAM tahun 1965-an yang sekarang masih aktif
di Muhammadiyah Tempel, KOKAM dalam menjalankan tugasnya memang tidak bisa
terlepas dari RPKAD bahkan sering dipinjami sejata, termasuk juga granat.
Sebetulnya masih banyak kisah-kisah tentang eksistensi KOKAM di Wilayah
Yogyakarta, termasuk di Turi dimana asal kelahiran Letnan Kolonel S.
Prodjokusumo. Temasuk juga di Prambanan, anggota KOKAM digembleng oleh Subagiyo
HS yang sekarang mantan KSAD.
Berdiri pula KOKAM Jawa
Tengah, mereka mengadakan latihan dan pembinaan kader. Kekuatan KOKAM Jawa
Tengah berpusat di Pekalongan yang mempunyai satu kompi “Pasukan Inti”, yang
mendapat latihan dan pembinaan dari ABRI.
Disamping Pekalongan, Surakarta juga mempunyai kesatuan-kesatuan
KOKAM, diantaranya ada pasukan intinya yang diberi nama “Fighting Flower”
(Bunga Penempa). KOKAM di Surakarta juga bahu membahu dengan ABRI khususnya
RPKAD.
Pembentukan KOKAM Jawa Timur cukup unik, Fatchurrahman pada tanggal
1 Oktober 1965 kebetulan berada di jakarta. Letnan Kolonel S. Prodjokusumo
mengangkat beliau langsung menjadi Komandan KOKAM Jawa Timur, setelah pulang ke
Jawa Timur, barulah beliau menyusun pasukannya. Unsur-unsur perwira Angkatan
Darat dan Angkatan Laut di Jawa Timur yang melatih dan membina bahkan ada yang
langsung memimpin kesatuan KOKAM. Jawa Timur merupakan daerah yang paling rawan
ke-2 setelah Jawa Tengah. Pernah dalam suatu upacara, barisan KOKAM terkena
berondongan peluru.
Diluar Jawa tercatat yang secara teratur memberikan laporan, antara
lain Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Lampung, Riau, dan
Jambi. Bahkan KOKAM Sulawesi Selatan diberi pinjaman senjata oleh ABRI dan
mengadakan camping bersama ABRI. KOKAM Lampung bekerjasama dengan Pimpinan
Perkebunan Negara dan mendapat pinjaman kendaraan Landrover dan sebagainya.
Ditulis Oleh: (Komandan Operasional KOKAM Markaz Daerah Sleman)
Sumber: Buku SESOSOK PENGABDI “SERBA-SERBI PRIBADI
H.S.PRODJOKUSUMO” (Diterbitkan oleh Yayasan Amal Bakti Masyarakat Jakarta.
Cetakan Pertama tahun 1990
Sumber: www.sangpencerah.id
0 comments: